Selasa, 21 April 2009

Anti Spion dan perilaku egosentrisme

Tulisan ini bukan dibuat atas dasar pro aturan kepolisian dan juga bukan karena alasan sok disiplin. Tulisan ini diterbitkan atas dasar pandangan penulis betapa kecelakaan jalan raya khusus sepeda motor seringkali di sebabkan kelalaian pengendara dalam memperhatikan spion dan sikap mengabaikan peranan spion (dengan melepas spion atau tidak memasangnya) dalam keselamatan berkendara.

Saya tidak mengklaim bahwa Spion adalah satu-satunya atribut kendaraan bermotor yang menjadi sebab kecelakaan ini, karena seperti kita tahu ada atribut/faktor lainnya yang mungkin menjadi sebab dalam tragedi kecelakaan kendaraan bermotor seperti rem cakram, rem kaki, ban, rantai,lampu rem/sign depan belakang, pengendara itu sendiri, dll.

Kebanyakan remaja (anak usia sekolah, dan juga ada beberapa orang dewasa yang menolak untuk memasang spion motornya dengan alasan takut terlihat tua. Sungguh suatu alasan yang tidak logis dan irasionil. Pada beberapa subjek, mereka tetap memasang spion motornya dengan alasan takut di tilang polisi tetapi menggantinya dengan spion yang kecil dan kadang tidak berfungsi selayaknya.

Saya sring menemukan di jalan raya, beberapa pengendara sepeda motor yang memutar-mutar kepala kebelakang beberapa kali sebelum mengganti jalur karena tidak mempunyai spion. Padahal akan lebih efisien lagi bila mereka hanya harus melirik sebentar ke kaca spion tanpa harus memutar-mutar kepala.

Lebih buruk lagi ada yang seenaknya nyelonong berpindah jalur tanpa mengindahkan keselamatan dirinya dan juga tanpa disadarinya betapa tindakan itu akan membahayakan pengguna jalan lainnya.

Ada apa dengan spion? Benarkah spion membuat kita terlihat tua dan kolot?
Asumsi sementara saya menduga, bahwa ada kaitan yang erat antara pengguna jalan yang menolak memasang spion dengan perilaku egosentrisme yang mewabah di masyarakat dewasa ini.

Kamis, 09 April 2009

GAME dalam pengajaran BAHASA, perlukah?

GAME dalam pengajaran BAHASA, perlukah?

Pengajaran Bahasa merupakan suatu kegiatan interaksi komunikatif yang melibatkan indera penglihatan (visual), pendengaran (audio), dan kinetic (gerak). Peranan guru dalam pengajaran bahasa, boleh jadi sedikit berbeda dengan role seorang guru matematika atau sejarah, walau pada dasarnya tujuan pembelajarannya tetap sama. Hal ini karena dalam pembelajaran bahasa, interaksi komunikatif merupakan aspek dominan yang paling penting dimana mengajar bahasa bukan saja berarti mentransfer kosakata atau struktur kalimat saja tetapi berusaha agar pengetahuan berbahasa itu dapat menjadi sesuatu yang applicable bagi para siswa dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Terlebih lagi jika subjeknya adalah bahasa asing (non-native language), kita ambil contoh bahasa inggris yang tidak begitu familiar di telinga dan glossary pengetahuan bahasa siswa. Guru bahasa inggris disini benar-benar di tuntut untuk mampu menampilkan pesan pengajarannya menjadi sesuatu yang dapat diterima dengan baik oleh siswa.
Permasalahannya sekarang adalah perasaan asing terhadap sesuatu itu seringkali membuat siswa bersikap anti dan acuh. Fenomena ini jua yang kemudian melahirkan era booming aplikasi method-method pengajaran bahasa asing dikalangan guru bahasa inggris dewasa ini yang 97% diantaranya bercorak permainan (game).
Bicara tentang game mengingatkan kita tentang sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Salah seorang dari kita mungkin dimasa kanak-kanak dulu pernah asyik bermain layang-layang di lapangan rumput hingga tak sadar azan magrib sudah berbunyi. Atau seorang anak dimasa kini asyik bermain PS hingga lupa mengerjakan PR atau ada anak yang keranjingan main game internet hingga mencuri uang ibunya dan bolos sekolah untuk main game di warnet.
Sementara guru bahasa dan praktisi pendidikan lainnya mengklaim bahwa penggunaan game dalam pengajaran bahasa akan sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan pemahaman siswa. Sudah banyak judul skripsi yang lahir dari ide penggunaan game dalam pengajaran bahasa, frekuensi download topic game dalam pengajaran bahasa pun menduduki rangking tertinggi dalam mesin pencari google search dan yahoo.
Saya sendiri cenderung berada dalam kubu yang against terhadap pendapat mereka. Bukan berarti saya tidak setuju dengan penggunaan game dalam pengajaran bahasa (language teaching), karena jujur saya sendiri pernah menggunakan game dalam pengajaran bahasa dan saya mengakui ada perbedaan yang nyata antara antusias siswa dalam belajar bahasa yang menggunakan game dengan belajar bahasa yang tidak menggunakan game. Saya tidak setuju bila dikatakan bahwa penggunaan game akan meningkatkan kemampuan berbahasa siswa atau menaikkan daya serap siswa. Menurut saya, game hanya sebuah alat pengajaran yang membantu menghilangkan rasa bosan dalam diri siswa akibat keputusasaan terhadap pelajaran bahasa asing yang menjelimet dalam benak mereka.***

Posted at April 09, 2009 - Haryanto, S.Pd (Alumni FKIP B.Inggris-Univ.PGRI PLG- Angk.2004)

Anda sendiri? Silahkan untuk tidak setuju dengan pendapat saya saat ini dan saya tunggu komentar anda.

Minggu, 05 April 2009

Polisi Pamong Praja

Huh! POL PP!
By Haryanto, S.Pd

Aldi menaiki tapak-demi tapak anak tangga jembatan penyeberangan dengan lesu. Udara panas yang membakar dan perut yang keroncongan bernyanyi bercampur dengan aroma seribu satu manusia yang lalu lalang kebingungan dalam permainan dunia di kota pempek Palembang. Dua orang gadis abg yang berjalan di depannya mampir diotaknya dengan bau parpum impor yang menggoda dan pinggul yang bergoyang dalam balutan celana jeans ketat. “Astaghfirullah..” keluh Aldi. Momen-momen seperti inilah yang seringkali membuatnya berfikir mungkin akan lebih baik andai ia hanyalah sebongkah batu yang tidak melihat, tidak mencium, dan tidak merasa. Betapa tidak, kekiri ia melihat yang ada wanita setengah telanjang, kekanan juga ada, kedepan lebih lagi dan kebelakang ada ratusan wanita seperti berlari mengejar, menari-menari dan memaksanya untuk melihat atau sekedar mencium aroma menggoda dari tubuh yang hanya terbungkus seadanya. Tidak ingin terlibat lebih lama lagi dalam pemandangan yang menyesatkan itu, Aldi berusaha mendahului mereka. Tapi banyaknya orang yang naik dan turun bersamaan membuat ruas tangga yang besar ini terasa sempit.
Tinggal tiga tapak anak tangga lagi dan ia berharap dapat terbebas segera dari racun dunia ini. Tapi, “upps!” seorang bapak-bapak memaksa lewat kedalam barisan turun naik itu. Ibu muda ysng berjalan disebelah Aldi dengan sigap memeluk tas kecil yang terselempang dibahunya, “copett!!” teriaknya latah. Aldi mengexplor folder-folder dalam otaknya dengan cepat. Wajah itu tidak asing dalam ingatannya. Di jembatan ini!! Yah, dijembatan ini. Setiap kali ia lewat bapak itu sedang duduk menekuri satu kakinya yang buntung terbalut perban kumal. Berjejer disebelahnya ibu-ibu separoh baya dan beberapa ibu muda dengan anak kecil dipangkuannya. Dan disudut jembatan seorang pemuda buta menatap orang-orang lalu lalang didepannya dengan mata putihnya yang kosong mengharap uang recehan jatuh kedalam kaleng plastiknya.
Tidak salah lagi! Itu bapak pengemis yang biasa mangkal diatas jembatan ini. Tapi kenapa? Kenapa dengannya tadi? Aldi menoleh kebelakang dimana bapak pengemis itu sudah berhasil menuruni tangga penyeberangan. Kain sarung yang biasa dipakainya dijinjingnya tinggi hingga nampak seluar pokok nya yang berwarna putih sebatas lutut. Bapak itu berlari gagah tanpa alas kaki. “Luar biasa.” Guman Aldi. “Bapak itu tidak buntung lagi. Keajaiban apakah yang menyembuhkan kakinya?” Bapak pengemis itu berhenti didepan sebuah pusat perbelanjaan tidak jauh dari jembatan dimana Aldi berdiri. Terengah-engah bapak itu melongok keseberang jalan dan melambai-lambaikan tangannya dan meloncat-loncat sambil berteriak-teriak tak jelas. Aldi mengikuti arah pandangan bapak tersebut. Diseberang jalan nampak sekitar delapan atau sepuluh orang berseragam abu-abu meloncat turun dari mobil pick up putih bertuliskan Pol PP Kota Palembang.
“Huh! Pol PP!” guman Aldi seraya menyeka butir-butir keringat yang menggantung diujung janggutnya yang tumbuh tak rata. “Sunnah Nabi.” Kata guru agamanya dulu. Sejak itulah ia rajin mengoleskan minyak firdaus dan menggosok-gosokkan ke dagunya dengan harapan ia dapat memiliki janggut seperti guru nya. Aldi menyelesaikan tiga anak tangga yang tertunda oleh bapak pengemis tadi. Dua gadis abg tadi sudah tak nampak lagi didepannya bersama dengan aroma parfum Jessica Parker yang kini berganti dengan aroma pesing menyengat dari sisi-sisi jembatan yang berteralis kuning dan merah. Beberapa helai kertas koran berserakan diatas badan jembatan. Sepi dan lengang tanpa keberadaan para gepeng yang biasa menggoyangkan kaleng uang recehan kearah orang-orang yang lewat di atas jembatan. Sepasang muda-mudi menggenggam tangan mesra berjalan kearahnya. Aldi membuang muka tak peduli.
Aldi merogoh kantong celananya untuk melihat jam di hp nya. Pukul 13:08. Masih ada 3 jam lagi waktunya sebelum tepat pukul 16:00 dimana ia ada janji dengan dosen pembimbing skripsinya di rumahnya di jalan Kapten Cek Syeh.
Dibawah jembatan beberapa orang kernet bis dan angkot berteriak mencari penumpang. Aldi membelokkan langkahnya menuju ke Toko Buku Utama. 3 jam ini akan ia habiskan dari toko buku ke toko buku. Sebenarnya ia masih harus kekampus lagi untuk menyerahkan syarat-syarat ujian skripisi. Namun ongkos bis yang mahal memaksanya untuk tidak bolak-balik dari kampus ke rumah dosennya yang berada tidak jauh dari pasar kota.
***
Sambil berjalan sudut mata Aldi berputar mencari penjual asongan yang biasa berjejer rapi disepanjang jalan Jend.Sudirman. Rokok! Ia butuh rokok. Mulutnya terasa asam. Seingatnya ia masih punya recehan di saku tas besarnya. Pandangannya tertegun pada mobil pick up putih yang dilihatnya dari atas jembatan tadi. Diatas mobil itu sudah ada lima buah gerobak dagang asongan dan sekitar 7 orang ibu-ibu dan anak-anak usia 15 an menangis merayu-rayu pada empat anggota pol pp yang berdiri disamping mobil itu. Dari depan sebuah toko sepatu, muncul dua orang anggota Pol PP yang sedang asyik menyeret sorang pemuda tanggung yang meronta-ronta dengan kotak rokok yang terselempang dipinggangnya menuju kearah mobil pick up putih bertuliskan Pol PP Kota Palembang. “Huh! Pol PP!” guman Aldi. Siapa yang salah dan siapa yang benar. Mereka para pengasong butuh bekerja untuk makan. Sedang Pol PP bekerja menjalankan tugas menjaga ketertiban kota. Aldi menggeleng-geleng tak mengerti. Mulutnya komat-kamit. Ia mencoba berdialog dengan batinnya, bertanya jawab dengan trotoar dan tepi jalan yang menjadi lahan parkir mobil-mobil mewah, bertukar fikiran dengan gedung-gedung megah dan toko-toko besar milik para pendatang. Inikah yang dulu ditakutkan ratu balkis ketika dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduk nya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat (An-Naml: 34).
***
Aldi meraih sebuah koran lokal yang dipajang di rak depan toko buku utama. Dihalaman depan tampak gambar kerumunan berseragam Pol-PP yang berhadapan dengan puluhan massa yang mengacungkan tinju dan pentungan. Sebaris kalimat dibawah foto itu menerangkan peristiwa kerusuhan yang terjadi di daerah Jakarta antara Pol-PP dengan warga terkait kasus penyegelan lokasi perumahan kumuh yang akan dijadikan taman kota.
Setetes air bening jatuh menimpa kertas koran yang dipegangnya. Devide et impera kah ini? Kalau iya, siapakah kompeni itu? Perlahan ditekuknya koran itu dan segera membayarnya ke kasir. Dibenaknya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan entah kepada siapa. Apa yang bisa diperbuatnya atas keadaan ini?
***
The writer is FLP er 32 Ogan Ilir, Sumatera Selatan

Diana Rose; When You tell me that you love me

When U tell ME that U LOVE Me
By. DIANA ROSE

I wanna call the stars down from the sky
I wanna live a day that never dies
I wanna change the world only for you
All the impossible I wanna do

I wanna hold you close under the rain
I wanna kiss your smile and feel the paint
I know what beautiful looking at you
In the world of lies, you are the truth

And babe,
Every time you touch me, I’ll become a hero
I’ll make you safe no matter where you are
And bring you everything you ask for
Nothing is about me,
I’m shining like a candle in the dark,
When you tell me that you love me

I wanna make you see just what I want
Show you the loneliness and what it does
You’re walking to my life to stop my tears
Everything is easy now, I have you here

*And babe,
Every time you touch me, I’ll become a hero
I’ll make you safe no matter where you are
And bring you everything you ask for
Nothing is about me,
I’m shining like a candle in the dark,
When you tell me that you love me

In the world without you, I’ll always hunger
All I need is your love to make me stronger
(instrument) back to *

ku persembahkan buat para pencinte.. atau para pelajar yang dapat tugas dari guru'e, silahkan kau copy dan paste, tapi jangan lali komentar'e, biar pacak kutambahke lagu laen.. he...he

Jumat, 03 April 2009

Apakah Demokrasi Telah Gagal?

Pelajaran demokrasi yang telah diberikan bangsa ini kepada masyarakat boleh di bilang belum membuahkan hasil yang berarti. Padahal rentang perjalanan demokrasi Indonesia telah memakan waktu yang cukup lama. Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Kemudian setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, yaitu sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Republik Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan Orde Baru versi Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999.

Saya katakan belum membuahkan hasil kerna berdasarkan pengamatan saya di lapangan, hanya 15 - 20 % saja masyarakat Indonesia yang dengan bijaksana mau menyikapi proses bedemokrasi di Indonesia, walaupun kemudian karena kebijaksanaan mereka itu pula, banyak diantara mereka yang lantas dihujat oleh keluarga, saudara kandung mereka karena tidak memberikan hak pilihnya kepada saudara atau keluarganya yang mereka anggap tidak lolos kualifikasi.

Sementara itu, pribadi demokrasi masyarakat mulai dari setiap pelosok pedesaan hingga ke perkotaan sudah mulai hancur. Hal ini di akibatkan persepsi yang terlahir antara lain dari tindak asusila para Wakil mereka di legislatif yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada para Wakil Rakyat atau pun Calon Wakil Rakyat hingga di sementara tempat tersebar perilaku tidak terpuji masyarakat yang mengambil keuntungan atau mencoba mengambil keuntungan dari para Wakil/Calon Wakil Rakyat dengan menjual belikan suara/hak pilih mereka.

Kita pun tidak berhak menyalahkan masyarakat atas bad attitude ini kerna ini juga sebenarnya bukanlah inisiatif dari masyarakat itu sendiri. However, ini akibat ulah beberapa Wakil/Calon Wakil/Tim Sukses yang menghalalkan segala cara agar tercapai ambisinya.

Sungguh sangat disayangkan..

MEncoba memahami semua ini, saya kemudian lantas kepikiran, agaknya kita lebh baik kembali kepada sistim pemerintahan kerajaan atau memilih Sistem Khilafah ketimbang demokrasi parlementer yang notabene adalah produk YAHUDI.

By.Haryanto, S.Pd bin H.Hanan Kopi (Talang Balai Baru I)
About the author: Penulis adalah Mantan TKI, Mantan Ketua IRMA Al-Ishlah Talang Balai Baru I, Mantan Sekretaris BPD Talang Balai Baru, Mantan Aktivis Pemuda Karang Taruna Kec.Tg.Raja Kab.Ogan Ilir SUMSEL, Alumni Universitas PGRI Palembang, angkatan 2004. Sekarang berdomisili di Batam.

Pesan buat semua; DO what you can, with what you have, wherever you are.
Contact: 0812 775 09 234
email: harry_thethinker@yahoo.co.id atau toha.taruna@gmail.com